Infotoday.id, Tanjungpinang – Anggaran publikasi media di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tanjungpinang tahun 2025 diduga berasal dari titipan aspirasi atau pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD.
Padahal, sesuai aturan yang berlaku, pokir dewan tidak boleh diwujudkan dalam bentuk kegiatan publikasi media.
Informasi yang dihimpun menunjukkan, alokasi anggaran publikasi di Dinkes Tanjungpinang tahun 2025 mencapai Rp105 juta, meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sekitar Rp33 juta. Lonjakan ini menimbulkan dugaan adanya intervensi politik melalui kegiatan yang dinilai tidak sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tanjungpinang.
Publik mulai mempertanyakan siapa pihak yang diduga menitipkan pokir publikasi tersebut. Sebab, jika benar berasal dari aspirasi anggota dewan, maka hal itu berpotensi melanggar ketentuan yang mengatur bahwa pokir harus diarahkan pada kegiatan yang mendukung program prioritas daerah, bukan untuk kepentingan promosi atau publikasi media.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang, Rustam, tidak memberikan penjelasan detail terkait anggaran tersebut. Ia hanya mengarahkan agar konfirmasi dilakukan kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
“Lebih tepatnya dengan beliau, pembagian kerja,” tulis Rustam singkat melalui pesan WhatsApp saat dikonfirmasi media ini, Jumat (10/10) lalu.
Namun hingga berita ini diterbitkan, PPTK Yulvi yang disebut mengetahui lebih rinci mengenai kegiatan publikasi itu, belum berhasil dikonfirmasi.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya telah mengeluarkan surat edaran tegas yang ditujukan kepada seluruh anggota DPRD di Indonesia agar menghentikan penyalahgunaan Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) dalam proses penganggaran APBD.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyatakan keprihatinan atas maraknya praktik penyimpangan pokir di berbagai daerah.
“Pokir, yang seharusnya menjadi instrumen demokrasi untuk menampung aspirasi rakyat, sering kali disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” tegas Ghufron dalam konferensi pers.
Dalam Surat Edaran Nomor SE-2/2024, KPK secara tegas melarang anggota DPRD untuk menentukan pokir berdasarkan kepentingan pribadi atau kelompok. Mengatur pelaksanaan teknis proyek yang diusulkan melalui pokir. Meminta komisi, fee, atau gratifikasi terkait usulan pokir.
KPK juga meminta kepala daerah untuk menolak setiap bentuk intervensi yang menyimpang dari aturan serta memperkuat mekanisme pengawasan dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran. Langkah ini merupakan bagian dari upaya KPK menekan praktik transaksional dalam politik anggaran daerah.
“Kami berharap surat edaran ini dapat menekan praktik transaksional dalam anggaran daerah dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif,” pungkas Ghufron.
KPK menegaskan tidak akan segan memproses secara hukum siapa pun yang terbukti menyalahgunakan pokir, baik dari unsur legislatif maupun eksekutif. (Day)