Infotoday.id – Sungguh miris, dengan hanya bermodalkan Rp 350 ribu dan tanpa adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), seorang pengusaha ini di Kijang, Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan begitu mudahnya melakukan penimbunan dan menutup aliran sungai. Oknum tersebut diinformasikan tidak memiliki ijin dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Wilayah Provinsi Kepri.
Oknum pengusaha es balok berinisial Joko Wiratno alias akrab disapa Kambing yang berdomisli di Tokojo, Kelurahan Kijang Kota, hanya berbekal izin timbun dari perizinan berbasis online OSS dan retribusi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebesar Rp350 ribu Bintan, melakukan aksi pembabatan hutan mangrove dengan cara ditimbun secara masif.
Hal tersebut terungkap, saat awak media turun ke lokasi bekas timbunan, terlihat ribuan batang mangrove berbagai jenis telah rata ditimbun tanah urug, pada areal pabrik es balok milik disapa Pak Kambing, Jumat lalu (16/1/25).
Tim awak media berhasil menemui dan melakukan wawancara langsung dengan Budi putra dari pengusaha es balok ternama di Tokojo tersebut.
Budi mengaku, terkait aktivitas penimbunan ia telah mengantongi ijin, diurus oleh oknum pihak pengusaha yang melakukan penimbunan bernama Keje.
“Izin penimbunan sudah diurus oleh Keje, dan tim dari Pekanbaru sudah datang meninjau langsung kesini. Ada lima orang yang datang dari KLHK dari Pekanbaru yang kami bayar tiketnya untuk datang langsung mengukur,” ujar Budi, disela dengan kesibukannya melayani kapal-kapal ikan untuk mengisi es.
Namun saat para awak media meminta Budi untuk dapat memperlihatkan izin penimbunan hutan mangrove tersebut, sayangnya Budi tidak dapat memperlihatkannya. Budi, menceritakan, oknum Keje saat itu terus menawarkan kepada pihaknya untuk memberikan jasa timbun lahan dan menerima bersih, dimana pengurusan izin dilakukan oleh oknum Keje.
“Maaf pak, surat-menyurat izin penimbunan mangrove ini, sama orang yang mengurus lahan ini pak, (Keje), bapak tanya saja langsung,” tegas Budi.
Tim awak media selanjutnya melakukan konfirmasi ke Keje, dimana Keje hanya berhasil dihubungi melalui nomor handphone Whatsapp-nya. Keje mengakui bahwa pihaknya telah mengurusi ijin dan membayarkan retribusi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di KLHK.
“Bang, timbunan itu hanya sedikit Bang, tidak cocok ditanyakan Amdal Bang, hanya ratusan trip Lori saja. Kalau lahan 10 hektare seperti PT. Bintan Aluminium Indonesia (BAI), boleh abang pertanyakan,” papar Keje, seperti menantang dan ia yang sangat paham terkait perizinan timbunan mangrove. Ia juga beralasan sudah memiliki rekomendasi dari PTSP dan PUPR Kabupaten Bintan.
Tetapi saat ditanyakan surat dasar kepemilikan lahan dikantongi oleh Joko Wiratno alias Kambing atas lahan hutan mangrove yang ditimbun, Keje menjawab secara ambigu.
“Ada bang, tak salah Alas Hak, entah sertifikat hak milik. Gini saja bang, Abang ke Kantor UPTD yang di Tanjung Unggat saja (maksudnya KPHP Unit IV Tanjungpinang-Bintan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepri),” alasan Keje.
Sementara itu Kepala KPHP Unit IV Tanjungpinang-Bintan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepri, Ruah Alim Maha saat didatangi ke Kantornya, di Tanjung Unggat, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang tidak berada di tempat.
“Bapak Ruah tidak ada di kantor Pak, nanti kami sampaikan ke beliau perihal tujuan bapak,” ujar salah satu staff, mengaku bernama Fandi yang juga enggan memberikan nomor handphone Kepala UPTD KPHP Unit IV Tanjungpinang-Bintan.
Sementara itu Camat Bintan Timur, Indra Gunawan tidak begitu mengetahui terkait aktivasi penimbunan di Tokojo, Kijang Kota tersebut.
“Yang kita ketahui, mereka mengurus ijin melalui OSS dan instansi PUPR dan PTSP Bintan, tidak melalui kami. Kami tidak mengeluarkan rekom apapun, tapi InshaAllah kami akan turun (sidak) ke lokasi,” tegas Indra ditemui ruang kerjanya, sambil berjanji setelah berkoordinasi dengan Lurah Kijang Kota, Daniel terkait perizinan.
Nelayan setempat cukup geram adanya aktivitas penimbunan mangrove yang dilakukan oknum bernama Kambing dan Keje. “Aktivitas penimbunan itu sudah merusak mata pencaharian, karena aliran sungai dan mangrove dimana habitat ikan serta kerang untuk kami jual dan menafkahi keluarga,” geram nelayan yang sudah turun temurun mengantungkan hidup mereka dari hutan mangrove tersebut.
“Kalau biaya nimbun mereka cuma Rp350 ribu, kami mau lah nimbun supaya punya lahan juga. Enak juga gitu ya Bang, berapa ongkos orang KLHK dari Pekanbaru itu Bang, biar kita bayarin juga,” geramnya penuh ketegasan.
Untuk diketahui aktivitas penimbunan yang di lakukan oleh Kambing telah terjadi beberapa tahun silam, lalu berlanjut pada bulan Oktober 2024 yang mana penimbunan menggunakan alat berat dan dilakukan oleh Keje. (Bersambung)