Infotoday.id. Aceh Utara – Ratusan warga di Kecamatan Samudera mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara guna menyampaikan aspirasi penolakan terhadap pembuangan limbah peternakan ayam potong di Desa Matang Janeng dan Kuala Keureuto Barat, Kecamatan Tanah Pasir, Kabupaten Aceh Utara, Selasa (13/6/2023).
Pembuangan limbah dari pabrik ayam potong tersebut mencemari lingkungan di tiga desa yakni Blang Nibong, Sawang, dan Matang Ulim, Kecamatan Samudera, sehingga mengakibatkan ratusan warga di daerah itu merasa tidak nyaman dan dirugikan.
Kedatangan mereka disambut Ketua dan Anggota Komisi II DPRK Aceh Utara untuk beraudiensi di Ruang Rapat Paripurna Dewan. Turut hadir pihak Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disbunnak Keswan), Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), dan Dinas Penanaman Modal, Transmigrasi dan Tenaga Kerja (DPMTTK) Aceh Utara.
Abdurrahman, salah seorang perwakilan warga mengatakan masyarakat tiga desa mendatangi DPRK untuk mencari solusi terkait permasalahan kandang ayam potong di Desa Matang Janeng dan Kuala Keureuto Barat, Kecamatan Tanah Pasir, perbatasan antara Gampong Blang Nibong, Sawang, dan Matang Ulim, Kecamatan Samudera.
“Karena sudah terganggu dengan limbah itu. Sebagian besar masyarakat setempat merupakan petani tambak dan nelayan. Jadi, imbas dari limbah kandang ayam tersebut mengakibatkan pencemaran air tambak milik warga sekitar. Sehingga benih ikan atau udang bisa mati disebabkan limbah yang dikeluarkan usaha peternakan ayam yang tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP),”ujar Abdurrahman.
Abdurrahman menyebut peternakan ayam potong itu sudah beroperasi sekitar dua tahun. Namun informasi yang diperoleh dari pihak dinas terkait bahwa keberadaan peternakan ayam itu belum memiliki izin atas pendirian usahanya.
“Kami menilai sudah sangat mengganggu atau merusak lingkungan akibat pengelolaan limbah yang tidak tertib, karena jarak antara permukiman warga itu sangat dekat khususnya di tiga gampong ini,” tuturnya.
Kepala Dinas Penanaman Modal, Transmigrasi dan Tenaga Kerja Aceh Utara, Nyak Tiari, melalui Sekretaris DPMTTK, Saiful Bahri, menyebut pihaknya sudah mengecek di sistem, belum ada legalitas pendirian usaha peternakan tersebut. Jadi, sebagai sebuah usaha ketika mereka ingin beroperasi mesti punya perizinannya.
“Usaha ini menyangkut dengan ayam pedaging, berarti memiliki dua tahapan yang harus diikuti. Pertama, untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) atau nomor identitas perusahaan. Kedua, ada kewajiban lagi yang mesti dipenuhi yaitu sertifikat standar peternakan via Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU). Banyak yang mesti dilengkapi dan tidak mudah untuk mendapatkan itu. Kami tidak tahu apa nama usahanya karena belum ada data sama kita,” ujar Saiful Bahri.
Ketua Komisi II DPRK Aceh Utara, Mulyadi, A.Md., mengatakan pihaknya sebagai dewan menerima aspirasi masyarakat. Untuk tindaklanjutnya perlu dianalisa terlebih dahulu serta akan memanggil pihak pengusaha itu, agar apa yang diungkapkan oleh masyarakat ini harus disampaikan kepada pengusaha peternakan tersebut.
“Jadi, pada dasarnya warga sekitar itu harus nyaman atas keberadaan usaha dimaksud. Pemilik usaha itupun harus mengikuti syarat sesuai aturan yang berlaku terhadap usaha yang mereka jalankan,”sebutnya.
“Jadi, dinamika yang berkembang dalam pertemuan tadi jelas bahwa mereka tidak memiliki izin. Apa yang muncul dalam rapat ini nanti kita akan menyampaikan kepada pelaku usaha itu. Kita tetap menempuh hal-hal yang memang semua itu harus benar-benar bisa berjalan sesuai aturannya dan juknis,”tutup Mulyadi.