HeadlineKepriTanjungpinangTerkini

11 Mantan Anggota DPRD Natuna Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi Tunjangan Rumdis

×

11 Mantan Anggota DPRD Natuna Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi Tunjangan Rumdis

Sebarkan artikel ini
11 Mantan Anggota DPRD Natuna Periode 2011-2015 saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus korupsi tunjangan perumahan anggota DPRD Natuna di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Kamis (27/10). foto: sdr/infotoday.id

Infotoday.id, Tanjungpinang – 11 orang anggota DPRD Natuna periode 2011-2015 “hanya” menjadi saksi di persidangan tindak pidana korupsi tunjangan perumahan anggota dan pimpinan DPRD Natuna, Kamis (27/10), di ruang sidang utama Kusuma Admaja di Pengadilan Tipikor pada PN Tanjungpinang.

11 orang tersebut yakni Hazimah, H Pang Ali, Raja Marzuni, Welmi, Mustamin Bakri, M Yunus, Harken, Jarmin, Marzuki, Hendri FN dan Baharudin.

Sidang digelar secara offline (langsung dihadiri semua pihak,-red) di ruang sidang yang dipimpin Hakim Anggalanton Boang Manalu, SH selaku Ketua Majelis Hakim dengan anggota Albiferi l, SH, MH dan Syaiful Arif, SH, MH.

Dalam persidangan tersebut, Hakim Adhoc Tipikor, Albiferi, SH, MH menanyakan siapa yang bertanggungjawab atas kelebihan tunjangan perumahan pimpinan dewan. Namun saksi Mustamin Bakri tidak menjawab dengan tepat.

“Pimpinan telah membentuk panitia kerja (panja) terhadap temuan BPK tersebut. Kami masih melanjutkan penerimaan tunjangan pada 2014 karena sudah tidak menjadi temuan dalam LHP BPK Kepri tahun berikutnya,” terang saksi Mustamin Bakri.

Begitu tau ada temuan, terbitlah rekomendasi dari panja DPRD. “Apakah ada menanyakan hasil pertemuan dewan terhadap temuan BPK,” tanya Albiferi.

“Kalau ada penyampaian secara resmi baru kami tanggapi. Tapi tidak ada penyampaian resmi,” ujar Mustamin.

Karena ada temuan BPK tersebut, apakah anggota dewan merasa salah. “Kami tidak sependapat (dengan hasil temuan BPK,-red) karena kami sebagai anggota dewan juga memiliki hak untuk tunjangan perumahan,” terang Mustamin Bakri.

Mustamin bakri sudah membayar lunas sebanyak Rp 303.600.000 secara bertahap. “Tahap 1 tanggal 4 juli 2018 sebesar Rp 10.000.000, kemudian tahap 2 tanggal 8 juli 2019 sebanyak Rp 290.600.000 yang di setorkan melalui ke rekening kas daerah, sesuai dengan surat pernyataan yang dibuat tanggal 26 juni 2018 bahwa akan dikembalikan selambat – lambatnya 2 tahun,” jelas Mustamin.

“Uang itu saya kembalikan pada tahun 2018 hingga 2019. Itu atas saran dari (Kepala Kejari Natuna,-red) sebelumnya. Menurut beliau demi keselamatan karena ini sudah ada perhitungan yang terekap. Sementara itu adalah hak kami yang telah ditetapkan SK Bupati tentang tunjangan perumahan anggota DPRD Kabupaten Natuna,” tambahnya dalam persidangan.

Politisi Golkar ini mengaku menyewa secara pribadi untuk perumahan yang mereka tempati.

Tentang apakah ada teguran dari BPK terhadap temuan tersebut. “Tidak ada pak,” jawabnya.

Kemudian yang sudah membayar tapi belum lunas, apakah akan melunasi. “Saya mungkin menunggu hasil putusan pengadilan yang mulia,” terang saksi lain Marzuki.

Keterangan saksi ini jelas mengindikasikan saksi Marzuki ini meragukan hasil audit tim auditor BPK Kepri yang telah turun ke lapangan melakukan audit. Dan sama dengan keterangan Abil, mantan anggota DPRD Natuna yang bersaksi di persidangan sebelumnya.

Selain itu, Saksi M Yunus menjawab pertanyaan jaksa tentang temuan BPK. “Audit BPK dilaksanakan melihat permasalahan secara umum. Dan disampaikan ke DPRD,” katanya.

Pembentukan panja, menurut M Yunus terkait semua temuan bukan spesifik atas tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna.

Saksi Hazimah menerima tunjangan sebesar Rp 188.833.000. Hingga saat ini belum mengembalikan, mengaku belum ada uang. “Niat saya mau mengembalikan, tapi belum ada uang. Saya sekarang single parent pak hakim,” keluhnya di depan majelis hakim.

Saksi Welmi menerima tunjangan Rp 303.600.000 dan mengaku belum mengembalikan karena belum ada uang. Sementara, M Yunus, yang dihitung sebesar Rp 303.600.000. Namun meminta dihitung kembali, mengaku belum mengembalikan. Karena, saat itu dirinya sedang menjalani hukuman penjara.

H. Pang Ali menerima sebesar Rp 94.750.000 pada 2014 saat baru dilantik menjadi anggota DPRD, dan saat dipanggil Kejati terkait amprah gaji ada tunjangan perumahan dan langsung mengembalikan.

Raja Marzuni sebesar Rp 398.350.000 dan mengaku baru mengembalikan sebesar Rp 20.000.000. Sedangkan Marzuki baru mengembalikan Rp 50.000.000 dan masih tersisa Rp 44.000.000.

Wartawan infotoday.id mencoba untuk meminta keterangan dari pihak kejaksaan atau JPU. Dengan singkat dijawab tanya saja ke Kasi Penkum.

Kasi Penkum melalui sambungan telepon menjawab menunggu hasil sidang atau keputusan hakim.

“Untuk sementara kita ikuti saja dulu bang,” jelasnya.

(sdr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *