Infotoday.id – Peredaran rokok ilegal tanpa pita cukai di Kota Tanjungpinang semakin mengkhawatirkan. Selain merugikan negara hingga ratusan juta rupiah setiap harinya, maraknya peredaran rokok ilegal ini juga menunjukkan adanya lemahnya pengawasan dan kontrol di tingkat lapangan.
Berdasarkan hasil analisis seorang pengamat Tanjungpinang yang tidak ingin disebutkan namanya, potensi kerugian negara akibat rokok ilegal sangat signifikan jika dilihat dari jumlah penduduk dan pola konsumsi masyarakat di Tanjungpinang.
“Dari jumlah penduduk sekitar 230 ribu jiwa, jika kita asumsikan 67,74% adalah usia dewasa, maka ada sekitar 160.000 orang dewasa di Tanjungpinang,” ungkapnya.
Ia menyebut, dari angka itu sekitar 50% bisa dikategorikan sebagai perokok aktif. Artinya, ada sekitar 80 ribu orang yang setiap harinya membeli dan mengkonsumsi rokok.
“Setengah dari jumlah perokok itu, sekitar 40 ribu orang, mengkonsumsi rokok murah yang tidak bercukai alias ilegal. Kalau satu orang membeli satu bungkus seharga Rp10.000 saja, maka potensi kerugian negara adalah Rp400 juta per hari,” jelasnya.
Kerugian ini belum termasuk perokok berat yang bisa mengkonsumsi dua hingga tiga bungkus per hari. Jika angka tersebut dimasukkan dalam kalkulasi, maka potensi kerugian negara bisa mencapai lebih dari Rp1 miliar per hari hanya dari Kota Tanjungpinang.
Peredaran rokok ilegal di Tanjungpinang disebut-sebut telah menyasar hampir seluruh lapisan masyarakat. Rokok murah ini banyak dijual secara bebas di warung-warung kecil hingga toko kelontong, tanpa adanasan berarti.
“Ini menjadi PR besar bagi aparat penegak hukum dan juga Bea Cukai. Kita tidak bisa membiarkan peredaran barang ilegal ini terus berlangsung dan merugikan negara dalam skala besar,” tambahnya.
Bea Cukai Tanjungpinang sewajibnya lebih aktif melakukan pengawasan dan penindakan. Mengingat Tanjungpinang merupakan kota pesisir yang memiliki banyak jalur masuk, peredaran rokok ilegal dinilai sangat mudah masuk melalui pelabuhan-pelabuhan kecil.
Keterlibatan Aparat Penegak Hukum (APH) juga sangat dibutuhkan. Perlu adanya sinergi antara kepolisian, kejaksaan, hingga Satpol PP untuk bersama-sama melakukan penindakan terhadap oknum-oknum yang mengedarkan rokok ilegal secara terus-menerus.
“Kita juga minta BP Kawasan Tanjungpinang untuk ikut ambil peran. BP punya otoritas di wilayah pelabuhan dan kawasan perdagangan, mestinya pengawasan barang masuk harus lebih ketat, apalagi jika menyangkut barang ilegal seperti ini,” katanya.
Rokok ilegal biasanya tidak memenuhi standar kesehatan, tidak memiliki izin edar, dan tentunya tidak menyumbang apapun terhadap penerimaan negara. Ini jelas merugikan semua pihak, baik dari sisi fiskal maupun kesehatan masyarakat.
Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara nasional menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal setiap tahunnya menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah. Sebagian besar di antaranya berasal dari kawasan perbatasan dan pesisir.
Tanjungpinang sebagai ibu kota Provinsi Kepulauan Riau memiliki posisi yang strategis. Hal ini membuat kota ini rawan dijadikan sebagai pintu masuk bagi rokok ilegal dari luar daerah maupun dari wilayah produksi lokal yang tidak terdaftar secara resmi.
Pengamat tersebut juga menambahkan, “Kalau dibiarkan, ini bukan hanya merugikan negara, tapi juga melemahkan industri rokok legal dalam negeri yang patuh terhadap aturan dan membayar cukai.”
Ia berharap pemerintah daerah bisa membuat kebijakan yang tegas, seperti razia rutin di titik-titik distribusi, sosialisasi kepada pedagang, dan tindakan hukum terhadap pelanggar yang terbukti menjual rokok ilegal.
Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk tidak membeli rokok ilegal hanya karena alasan harga yang lebih murah.
“Harus ada kesadaran kolektif bahwa membeli rokok ilegal sama saja dengan merugikan negara,” pungkasnya.
Jika satu kota kecil seperti Tanjungpinang saja bisa menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp144 miliar setahun, bayangkan berapa besar angka nasional yang harus ditanggung dari aktivitas ilegal ini. Jika tidak, dampaknya akan semakin luas dan sulit dikendalikan.